Stereotipe Umum yang Salah Tentang "Feminisme"

Hai!

Semoga dimana pun kalian berada, tetap sehat ya!

Di blog kali ini, gue mau menyebutkan beberapa stereotipe umum anggapan masyarakat tentang feminisme yang ternyata SALAH. 

Pertama-tama, apa sih stereotipe itu? Stereotipe adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan. Stereotipe merupakan jalan pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh manusia untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam pengambilan keputusan secara cepat.

Pada kenyataannya, stereotipe seringkali digunakan sebagai alat diskriminasi. Menurut adat istiadat lah, menurut kebanyakan orang lah, menurut kebiasaan lah. Kalau kalian tau itu salah, kalau emang apa "kata orang" itu merugikan, kenapa harus dilanjutkan?

Menurut studi, stereotipe itu jarang banget akurat, sering kali nggak punya dasar yang kuat, dan bahkan sering banget cuman karang-karangan aja.

Berikut 5 stereotipe umum yang salah tentang feminisme:

1. Feminis benci laki-laki.

Nggak gitu kok. Menuntut kesetaraan nggak sama dengan membenci. Feminis berharap orang lain menghargainya, seperti dia menghargai orang lain. Banyak juga tokoh feminis yang pacaran, nikah, punya anak, dan berkeluarga. 

2. Feminis nggak selalu feminin.

Menjadi feminis, bukan artinya berhenti bersikap lembut, elegan, dan sopan seperti perempuan pada umumnya.  Menjadi feminis itu tentang lebih mengekspresikan keinginan supaya perempuan bebas dari keharusan menjadi feminin tanpa suara dan lebih mengekspresikan diri. Kalau emang seorang feminis suka terlihat feminin, kenapa nggak? Kalau emang seorang feminis suka terlihat tomboy, kenapa nggak?

3. Semua feminis itu wanita karier dan menentang ide wanita sebagai ibu rumah tangga.

Belum tentu feminis itu wanita karier. Seorang feminis bisa memilih tinggal di rumah aja kalau emang itu maunya, asal tanpa paksaan atau tekanan. Begitu juga seorang ibu rumah tangga bisa jadi feminis, menyadari kalau dia berhak dihargai suaminya dan nggak diperlakukan semena-mena.

4. Yang bisa jadi feminis cuman perempuan.

Big NO. Salah besar. Kalau kalian nggak tau tokoh-tokoh feminis laki-laki, mungkin kalian kurang banyak nonton video yang benar mengedukasi di YouTube, atau bahan bacaan bermanfaat kalian kurang bervariasi, atau sesederhana kalian emang menutup pikiran dari kemungkinan itu. Kris Budiman dengan bukunya Feminografi, Justin Baldoni dengan pidatonya di TedTalk why i'm done being "man enough", dan masih banyak lagi.

5. Feminis tidak percaya pernikahan.

Nggak semuanya begitu. Ada yang memutuskan buat nggak menikah, dan ada juga yang memutuskan buat pada akhirnya nikah. Tapi, kapan waktu yang tepat buat nikah ya terserah masing-masing orang. Banyak orang ngeluh karena tekanan dari orang sekitar untuk segera nikah di umur sekian tahun, dan nggak ada yang nyaman dipertanyakan kayak gitu. Intinya, terserah pribadi masing-masing kapan waktu yang tepat, atau bahkan sama sekali nggak.

Masih kecil aja udah berani bahas-bahas nikah, sok tau banget. Pasti ada sih yang ngomong itu. Nggak masalah kalau nggak suka, toh gue cuman mengutarakan pendapat setelah mengamati kondisi lingkungan sekitar.

Singkatnya, feminis mengharapkan supaya perempuan bebas mengambil keputusan buat dirinya sendiri tanpa adanya tekanan dari lingkungan sekitar atau berdasarkan stereotipe yang ada.

Blog ini terinspirasi dari akun Instagram @undefeatedwomen

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Camp Rohani Lembah Karmel 2019

Balik Lagi:)

11:11 Book Tour by Fiersa Besari